Juli 06, 2012

Untuk Seorang Kawan


Aku memiliki seorang kawan.

Yang ayu parasnya, baik budi pekertinya, cerdas tutur katanya. Orang-orang di sekitarnya dapat dengan mudah menyukainya, karena sifatnya yang periang dan tawanya yang renyah. Pun aku, yang dengan cepat dapat menganggapnya sebagai teman. Dan tanpa perlu banyak waktu, menjadi teman yang lebih dekat.

Aku mengenalnya selama kurang lebih empat tahun. Mungkin ada banyak kesamaan di antara kami. Keacuhan kami terhadap sekeliling, ketidaksukaan kami terhadap asap rokok dan semrawut jalan kota, kebiasaan kami memesan teh tarik tanpa gula di kantin, kecintaan kami terhadap komik, dan banyak sekali hal lainnya. Meskipun, tentu saja, ketidaksamaan di antara kami pun tak kalah banyak. Ia cukup kuat untuk belajar dalam waktu yang lama. Aku sebaliknya. Ia secara teratur membersihkan kamarnya hingga selalu terlihat rapi. Aku sebaliknya. Ia menyukai jus pisang. Aku sebaliknya. Ia tidak suka nonton sepak bola. Aku jelas sebaliknya.

Ia suka sekali bercerita. Tentang banyak sekali hal, macam-macam. Tentang keluarganya; ayahnya yang lucu, kedua adik perempuannya yang aneh-aneh, ibunya yang pendiam namun perhatian. Tentang perasaannya terhadap seseorang dan orang-orang lain. Tentang kejadian-kejadian yang ia alami pada hari itu dan hari lainnya. Tentang pendapatnya terhadap segala sesuatu. Dan tentang banyak hal lain. Yang santai, yang serius, yang pribadi, sampai yang sebenarnya tidak penting. Aku selalu meladeni celotehnya dengan senang hati.

Ceritaku tak sebanyak ceritanya. Aku lebih suka mendengarkan. Meskipun belakangan aku jadi sedikit merasa bersalah karena sedemikian rupa ia mempercayakan cerita-ceritanya kepadaku tapi aku tidak banyak mempercayakan ceritaku kepadanya. Seandainya cerita memiliki sistem barter, aku pasti berhutang banyak sekali kepadanya. Apakah aku kurang berhasil sebagai teman dekat? Biar ia yang memutuskan. Karena sejujurnya sulit bagiku untuk membuka diri, dari dulu. Pertemanan yang kudapatkan dengan beberapa orang yang masih bertahan hingga sekarang pun, mungkin semuanya masih berada di permukaan, dangkal. Aku bisa menjadi sangat cerewet, tapi pasti bukan isi hatiku yang sedang kubicarakan. Aku membutuhkan usaha yang lebih untuk menceritakan hal pribadi. Pada awal prosesnya aku bahkan merasa seperti sedang menelanjangi diri di depan banyak orang, sangat tidak nyaman dan menyesakkan. Aku ini sebenarnya adalah orang yang sangat canggung, kaku, cuek. Jauh lebih mudah bagiku untuk mencurahkan segala sesuatu lewat tulisan. Maka inilah tulisan itu. Ini adalah confession-ku. Tapi, hei, tulisan ini bukan tentangku. Aku sedang bercerita tentang seorang kawan.

Lepas dari ketenangannya dalam menghadapi masalah, ia cukup moody. Ketika sesuatu sedang mengganggu pikirannya, ia sulit untuk fokus terhadap hal lain. Ada kalanya ia jadi banyak mengeluh dan tidak bisa diajak bicara. Hal kecil pun bisa menjadi besar. Tapi sepertinya itu adalah masalah semua orang. Jadi orang dewasa memang merepotkan.

Ketika aku selesai menulis ini, bertambah satu tahun usia kawanku ini. Mungkin aku akan memberikan ucapan ulang tahun yang klise, “Selamat ulang tahun, semoga sehat dan sukses selalu.” seperti yang kuucapkan pada banyak orang lain. Bagiku pribadi, hari ulang tahun bukan hari yang spesial. Orang-orang di rumahku seringkali melupakan hari ulang tahun satu sama lain dan baru sadar di hari-hari selanjutnya. Dan aku juga tidak berminat untuk merayakan ulang tahun dengan kelewat mewah dan berlebihan, meskipun kalau aku diundang di salah satunya, aku akan tetap datang.

Tulisan sederhana dan sekenanya ini adalah sebuah ide yang numpang mampir dalam kepalaku tadi sore. Bahwa aku ingin menulis sesuatu untuknya sebagai perayaan atas pertemanan kami. Atas bertambahnya usia dan tuntutan untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Aku ingin mengatakan kepada kawanku ini, bahwa ia telah menggenggam sebuah kesempatan besar yang aku yakin akan membawanya pada kesempatan-kesempatan lain di masa depan. Bahwa tidak hanya keberuntungan, tapi usahanya lah yang senantiasa akan membawanya sampai kepada cita-cita. Bahwa rasa sayang terhadap seseorang yang dimilikinya sekarang adalah sesuatu yang berharga. Bahwa seiring doa-doa yang ia haturkan, sepanjang amal yang ia usahakan, tidak akan hilang campur tangan Tuhan dalam pendiriannya, dalam setiap keputusan yang sudah maupun yang belum diambilnya. Tentu saja jalan akan terjal dan berlubang si sana-sini. Tapi jalan seperti itu akan membuat mata tetap terbuka dan pikiran tetap terjaga, tidak seperti jalan lurus nan mulus, yang apabila lama mengemudi di atasnya, kita bisa mengantuk dan menabrak palang jalan. Jadi tenang saja.

Selamat datang di usia baru, kawanku. Dunia yang terbentang luas itu tidak akan menunggumu lebih lama lagi.

Mari sama-sama berjuang. =)  

              

(Didesikasikan untuk Pijar Raisannisa)         

1 komentar:

  1. makasih ya rah (;_;)
    aku terharu. serius.
    percayalah, apapun yang kau lakukan, segala sesuatu yang memang kau putuskan untuk tidak kau lakukan, itulah kamu dan aku menerimanya :)
    sungguh aku bersyukur bisa ketemu dan sahabatan sama kamu. doaku selalu menyertai langkahmu..

    BalasHapus