Hello, there.
Aku baru saja berkumpul dengan teman-teman lama. Kami buka puasa bareng di angkringan kopi joss, maen ke pameran seni ART JOG 12, lalu melaju ke rumah salah satu dari kami dan berakhir melakukan "joshi-kai" (joshi=cecewek, kai=pertemuan/perkumpulan), dimana kami ya ngobrol ngalor-ngidul mulai dari masalah sepele, seperti Jupe yang kabarnya buka warung fried chicken, sampe curhat2an.
Salah satu tema yang (biasanya) selalu muncul ketika joshi-kai adalah masalah percintaan. Biasanya aku hanya jadi pendengar, pengamat, dan komentator netral, sih =P
Tapi tema percintaan kali ini meninggalkan beberapa komentar di kepalaku yang ingin aku tulis di sini.
Jadi, berkat salah satu temanku yang adalah seorang mahasiswa fakultas Psikologi, kami jadi membicarakan beberapa masalah percintaan dari banyak sisi dan ujung2nya aku malah jadi kepikiran, bagaimana sebenarnya proses seseorang bisa memiliki rasa suka terhadap orang lain?
Kata salah satu temanku yang membaca sebuah buku yang aku lupa judulnya, ada hasil penelitian yang menyatakan bahwa--sepenangkapku--setiap manusia memiliki gelombang otak berbeda-beda, yang memungkinkannya untuk menangkap gelombang otak lawan jenis (atau sesama, mungkin, in case dia seorang gay) yang sama atau setipe. Berdasarkan itulah bisa muncul ketertarikan, atau dalam bahasa yang biasa kuketahui, chemistry antara dua orang.
Nah, masalahnya adalah, apakah gelombang otak yang sama denganku hanya ada satu orang? Bagaimana kalau gelombang otakku menangkap sinyal dari dua atau tiga orang? Mungkinkah itu? Mungkin aku perlu baca bukunya dulu baru menimbang-nimbang.
Sekarang, aku yakin banyak orang yang mudah menyukai orang lain. Dibaiki sedikit, suka. Menemukan beberapa kesamaan, suka. Secara fisik sesuai tipe, suka. Bagaimana teorinya kalau seperti itu? Orang-orang yang seperti ini biasanya dengan mudah mengikuti insting mereka dan tidak merasa perlu repot-repot memikirkan kemungkinan2 bahwa orang itu bukan "the one" untuk dia. Kalaupun lalu mereka pacaran, dan menemukan kesulitan, mereka selalu punya opsi untuk mengakhiri hubungan, dan mungkin tidak akan terlalu sulit, karena ia tahu ia akan segera jatuh cinta lagi.
Sebaliknya ada juga orang yang tidak mudah jatuh cinta. Ketemu berapa orang pun ia tak juga jatuh cinta. Sudah cocok pun, ia tidak lantas menjadi suka. Baru setelah beberapa lama, mungkin dalam hitungan bulan, bahkan tahun, baru ia bisa memutuskan bahwa ia menganggap orang itu "lebih". Ia membutuhkan proses, dan memerlukan banyak pertimbangan untuk dipikirkan tentang haruskah ia mempercayai perasaan lain yang muncul tersebut.
Aku sendiri masih beranggapan bahwa adanya kata hati itu bukan bullshit. Bahwa seseorang bisa bertemu dengan orang lain dan pop! muncul rasa percaya dalam hati bahwa ia adalah "the one", yang setelah dijalani, hal itu memang benar. Ada memang yang seperti itu. Sungguh beruntungnya mereka.
Tapi aku juga percaya bahwa pemikiran yang ikut andil juga sebuah keputusan yang bijaksana. Bahwa seseorang dapat tertarik pada orang lain dalam hitungan detik, namun otaknya mencegahnya untuk cepat bertindak dan menyuruhnya untuk jalan pelan2 saja, berhati-hati. Apabila pemikiran dan perasaan dapat bekerja sama dengan baik, persentase keberhasilan pengambilan keputusan bisa lebih besar, meskipun tidak menutup kemungkinan terjadi hal sebaliknya.
Aku percaya bahwa segalanya mungkin di sini--teori, perasaan, logika, dan waktu--baik berjalan sendiri-sendiri maupun secara bekerja sama, memungkinkan seseorang untuk jatuh cinta, dan tidak selalu ada yang lebih benar daripada yang lain. Perasaan manusia bisa dipandang sebagai sesuatu yang kompleks, serumit rasa dilema ketika memutuskan sesuatu atau kegalauan ketika jatuh cinta pada orang yang tidak sesuai dengan harapan. Namun perasaan manusia juga bisa dipandang sebagai sesuatu yang sangat mudah, semudah mempercayai kata hati. Menurutku, itu pilihan, bebas.
Lepas dari semua yang aku tulis di atas, aku pribadi percaya dengan pepatah "Witing tresna jalaran saka kulina" (Menyukai seseorang/sesuatu karena terbiasa dengannya). Dengan kata lain, menyukai karena telah mengenal lebih dulu. Tidak hanya sebulan dua bulan, tapi melewati proses yang lebih lama lagi. Mungkin dibangun dari sebuah pertemanan. Ya, aku percaya dengan lagu "Lucky I'm in Love with My Best Friend". Karena bagiku, menyukai tidak sekedar tertarik karena fisik atau adanya banyak kesamaan. Aku memerlukan banyak sekali pertimbangan untuk sekedar memutuskan pantaskah aku menyukai orang itu. Meskipun aku sadar sudah jelas-jelas suka, aku nggak bisa langsung memegang perasaan itu. Kadang-kadang kompleks sekali proses yang terjadi dalam kepalaku selama berhari-hari, sampai tanpa kusadari aku sudah tidak tertarik lagi. Mungkin sudah saatnya aku menyingkirkan hal-hal yang tidak perlu dan menguatkan perasaan. Tapi entahlah, sejujurnya aku agak malas memikirkan perkara ini untuk diriku sendiri saat ini. -_-
Terakhir, apakah kau percaya bahwa jodoh ada di tangan Tuhan? Aku sih percaya =)
Aku pernah membaca postingan blog seorang kawan yang cukup menenangkan, yang kira2 cuplikannya seperti ini:
"Bagaimana saya bisa tahu bahwa dialah jodoh saya?"
"Ikuti kata hatimu. Apabila kau dekat dengan Tuhanmu, maka kata hatimu bisa dipercaya."
May love always be upon us, people!
Good night and sweet dreams.
=)
CIeeeee... ;P
BalasHapusuopoh cia cie -_-"
Hapus