November 08, 2012

Finally, Japan! -Part 1-

Halo!
Long time no see! =D

Menyusul kumpulan foto sekenanya yang sudah aku share lebih dulu di facebook, kali ini aku ingin sedikit (atau banyak? entahlah, kita lihat saja nanti) bercerita tentang pengalaman pertamaku pergi ke (salah satu) negara impian yang ingin kukunjungi, Jepang. Sebisa mungkin, aku akan menyantumkan foto dan video yang aku (kami) potret dan rekam sendiri. Tapi mohon maaf sebelumnya, karena aku kurang suka foto2, jadi aku sering kali lupa menangkap momen/pemandangan memorable dengan kameraku. Aku sih nggak keberatan, selama semua itu masih bisa terekam dalam ingatanku. Semoga saja kekuatan deskripsiku cukup kuat untuk membantu kalian membayangkan apa yang sebenarnya ingin kusampaikan. Selain menceritakan hal2 yang kulihat, tentu saja akan banyak bumbu2 pendapat pribadi dan subjektivitas. Harap maklum, namanya juga anak muda (apasih).

Perlu diketahui sebelumnya, bahwa alasanku ke Negeri Matahari Terbit itu bukan sesuatu yang terdengar menjanjikan dan bersahaja(?) seperti dapat beasiswa atau ikut seminar atau kegiatan bersifat akademik lain, seperti yang biasanya dilakukan teman2 sastra jepang yang berprestasi. Aku pergi dengan biaya (orang tua) sendiri (alhamdulillah) setelah sebelumnya diajak oleh Azam--teman seperjuangan seperguruan--yang sebelumnya diajak oleh band indie-pop kece asal Jogja, Brilliant at Breakfast (selanjutnya akan disebut Brilliant, karena kalau disingkat menggunakan huruf awal masing2 kata, akan menjadi singkatan yang kurang menyenangkan), yang direncanakan akan tampil live di dua tempat di Tokyo. Diharapakan kami--aku dan Azam--yang notabene mahasiswa pembelajar bahasa Jepang (yang sebenarnya masih sangat payah) ini dapat membantu mereka selama di sana dalam hal komunikasi dan menjadi guide terutama untuk urusan membaca peta jalur transportasi--yang ternyata sebagian besar memang tertulis dalam huruf kanji.

Kami berangkat dari Jakarta tanggal 17 mruput--jam 6 pagi--lalu transit di Kuala Lumpur. Setelah kurang lebih 6 jam yang membosankan akibat suasana "bilik menunggu keberangkatan antarabangsa" yang sumpek sempit rame dengan toko dan pemandangan yang itu2 saja, akhirnya kami dipersilakan untuk melanjutkan perjalanan menuju Haneda yang memakan waktu sekitar 7 jam (kalo nggak salah ingat). Berikut ini beberapa foto menarik di bandara Kuala Lumpur.

air mineral yang kubeli di bandara KL. "Setiap tetesan Alla Fonte menjana saya ke cabaran F1..." hahaha ngemeng epeh

ini luar biasa bombastis: Special waiting room = Bilik menunggu khas. lololol.

tempatku beli sarapan. aku beli "mie mamak". rasanya sangat Malay.

suasana terminal tempat kami menunggu saat itu. ruame bianget kayak terminal giwangan -_-

Kala itu adalah pertama kalinya aku naik pesawat Air Asia (bukan berarti biasanya selalu naik Garuda ya, bukan). Ternyata memang sempit dan sekenanya. Apa boleh buat, ada rupa ada harga. Udah alhamdulillah bisa dapet tiket murah, yang penting sampai dengan selamat. Toh sebagian besar waktuku dalam pesawat habis buat tidur. 

Duduk di sebelahku waktu itu adalah seorang ojii-san (kakek2 jepang) yang selama sepertiga perjalanan tak berkata sepatah pun. Lalu ketika tiba waktu pramugari membawa kereta dorong berisi makanan, ojii-san itu memesan sebotol minuman yang terlihat mencurigakan. Benar saja, ketika aku sedang menikmati nasi lemak (dari namanya terbayang kelemakannya--halah) si ojii-san itu tiba2 ngajakin aku ngobrol geje pake bahasa Jepang. Aku pun menanggapinya sekenanya karena aku tahu ojii-san itu pasti sedang berada dalam pengaruh minuman beralkohol. Biar kukasih tahu sesuatu, ada anggapan umum bahwa orang Jepang (yang asli, benar2 njepang, belum pernah ke luar negeri, dan jarang bersentuhan dengan orang asing) biasanya tidak mudah berbicara ramah sok akrab dengan orang asing dan baru bisa membuka diri/berbicara banyak setelah mereka minum. Nggak kayak orang Indonesia, yang tanpa perlu minum aja udah pada "mabok", sapa sana-sini ngajak ngobrol sok kenal--namanya aja belum tahu, udah tahu pernah pacaran berapa kali. Generally, orang Indonesia memang lebih "ramah" daripada orang Jepang. Ada bagus-nggak nya sih. Aku pribadi nggak begitu suka kalau harus beramah-tamah dengan orang yang nggak aku kenal. Sudah kenal pun, kalau nggak sedang ada urusan penting, malas juga berurusan. Mungkin bagi orang Jawa aku ini orang yang sombong sekali, tapi ya, sudahlah, semoga saja bagaimanapun sifatku, aku masih bisa menempatkan diri dengan baik.

Setelah sisa perjalanan yang kurang nyaman karena terus2an diajak ngobrol sama ojii-san mabok, alhamdulillah akhirnya pesawat mendarat di Bandara Internasional Haneda, Tokyo. Langit gulita di luar tak menunjukkan tanda2 kehidupan, namun gemerlap warna-warni lampu yang menghiasi pemandangan sejauh mata memandang di bawahnya menunjukkan bahwa Tokyo adalah kota yang tak pernah tidur.

Surprisingly, malam itu Mikiko dan Kazu, bassis dan gitaris band super kece Texas Pandaa--yang juga akan tampil live bareng Brilliant--ternyata waza2 menjemput kami dan bahkan menemani kami menginap di bandara karena kereta terakhir udah nggak ada. Mengharukan sekali ='). Pada akhirnya kami nggak tidur karena ngobrol semalaman. Kazu ngajak kami ke convenient store ala Jepang (untuk selanjutnya akan disebut konbini, karena memang itu bahasa jepangnya) yang kalo di Indonesia mungkin semacam CircleK ato Indomaret tapi lebih macem2 isinya. Kami tidak bisa menahan ke-ndeso-an khas indonesia kami di konbini-super-kece-penuh-benda2-yang-baru-pertama-kali-kami-lihat itu, sampai Kazu terheran2 "This is only convenient store!" katanya sambil ketawa2. No, it's not the same, dude. We don't see that many variations of onigiri and other bento whatsoever, so pardon us but we couldn't help it.  Di sana, untuk pertama kalinya aku membeli onigiri dan "Royal" milk tea manstab.

onigiri salmon-mayones dan royal milk tea. enyaaak.

tempat sampah di bandara, dibagi jadi sampah botol dan kaleng, koran/majalah (serius di situ tulisannya koran/majalah), dan sampah lain2

Setelah semalaman ngobrol ngalor-ngidul pake bahasa campur2 nggak karuan, akhirnya kami berangkat naik subway pertama keesokan harinya, sekitar jam 5 mruput--kalo nggak salah ingat. Semenjak menginjakkan kaki di negeri yang sudah lama aku mimpikan itu, entah kenapa aku tidak merasa se-excited yang kubayangkan sebelumnya. Kecuali macam2 onigiri yang menarik perhatianku di konbini tadi (pasti kalian pada mikir, yappari sarah tertariknya sama makanan muluk), aku tidak merasakan kegirangan yang sama terhadap suhu musim gugur yang kira2 kayak di Kaliurang, toilet bandara--WC-nya dilengkapi dengan banyak tombol yang sangat memanjakan, mesin tiket kereta--tinggal pencet sana-sini masukin duit tiketnya keluar, subway kece yang berjalan mulus di atas rel, maupun pemandangan kota penuh reklame bertuliskan huruf Jepang di sepanjang jalan. Setelah kupikir2, mungkin itu karena aku sudah mempelajari tentang Jepang selama kurang lebih 4 tahun dan melihat pemandangan2 itu melalui manga,anime, dan dorama. Selain itu aku juga merasa sangat capek. Mungkin perjalanan kami memakan waktu terlalu lama sampai excitement-ku habis tergerus rasa lelah. Begitu sampai di penginapan pun, aku langsung mandi terus tidur. Kami menginap di Hotel Empire di Shinjuku, by the way. Jangan salah, namanya memang meyakinkan, tapi itu bukan hotel bintang lima, meskipun tetap agak kelewat kece untuk pelancong muda kere macam kami--dilengkapi penghangat ruangan, TV, kulkas, kamar mandi dalam+peralatan mandi, dan cleaning service setiap hari. Alhamdulillah. Berikut ini pemandangan dari jendela kamar kami. Di luar sering ada gagak hitam besar seliweran, sayangnya nggak tertangkap kamera.




Setelah sesiangan tidur, sorenya kami menuju venue gig pertama di Koenji High, Shinjuku. Acaranya sih mulai jam 7 malam, tapi Brilliant--beserta band2 lain yang akan tampil--harus datang untuk check sound dulu. Kami berangkat bersama Nadehiko, om2 super kece (beneran kece deh) drummer Texas Pandaa, dan Hiro, salah satu teman dari Togaidai (Tokyo University of Foreign Studies) yang pernah berguru di Indonesia. Hiro udah jago banget bahasa Indonesianya, jadi aku nggak perlu (dan nggak mau =P) repot2 pake bahasa Jepang kalo ngomong sama dia.

Koenji High adalah live house yang sangat menyenangkan. Tempatnya nggak terlalu besar dan suasananya sangat cozy. Cuma ada panggung, space kosong di bawahnya buat penonton lonjak2 (nggak, nggak ada kursi), bar di belakangnya, toilet di sebelah kiri bar, dan sound operating system di sebelah kanannya. Ada tangga ke atas, tapi di atas cuma ada sebuah ruangan kecil untuk tempat performer siap2. Kami membeli makanan di konbini terdekat (aku lagi2 beli onigiri) lalu makan malam di situ. Sayang sekali aku nggak foto2 di sini, karena sibuk ngeliatin check sound para band. Check sound nya pun sangat menjanjikan, karena bener2 di-cek satu2 kualitas suara yang keluar dari masing2 alat musik dan mic. Walhasil suara yang dikeluarkan pun memuaskan. 

Menjelang malam, mood-ku benar2 sudah kembali. Seperti mendapat suntikan semangat baru entah dari mana, mungkin dari suasana sekeliling saat itu dan check sound band2 yang akan tampil yang semuanya keren2 (serius keren, bukan basa-basi--karena aku nggak suka basa-basi), excitement yang tadinya menghilang telah merasukiku lagi. Girang sekali rasanya kembali menjadi diri sendiri.

Jam 7--beneran jam 7, nggak molor dan penonton memang sudah berdatangan--acara dimulai. Acara dibuka oleh 4 Bonjour's Parties, band dengan banyak personel yang memainkan macam2 alat musik seperti--selain instrumen band biasanya--xylophone, glockenspiel, brass instrument yang seingatku nggak cuma satu macam, dan biola--yang dimainkan pake efek. (bagi yang have no idea aku ngemeng epeh di kalimat barusan, monggo buka google di tab sebelah) Seakan belum cukup keren, selama tampil beberapa personel saling bergantian memainkan alat musik mereka. Mas2 pemain keyboard gantian sama gitarisnya, yang lalu gantian sama pemain xylophone. Aku bahkan nggak ingat siapa aja dari mereka yang gantian main xylophone. Jangan2 semuanya bisa. Vokalisnya ada dua mbak2 kawaii dengan suara manis menggemaskan. Di depan mereka ada meja tempat meletakkan macam2 alat musik kecil2--misalnya beberapa jenis kecrekan, glockenspiel, dan instrumen kotak lucu warna-warni mirip pianika yang aku nggak tahu namanya. Musik yang mereka mainkan sangat manis dan menyenangkan, kayak loncat2 naik-turun di tangga yang disiram pelangi. Keren banget. Sangar. Sumpah. Berikut ini video salah satu lagu yang mereka mainkan. Aku yang merekam pakai iPad (ibunya) Azam, dan terima kasih banyak buat Azam yang sudah upload di youtube =D.





Selanjutnya adalah Bertoia, band shoegaze yang kata Azam sangat terasa japanese shoegaze-nya. Bagus, tentu saja, but to be honest tidak terlalu menarik perhatianku, jadi nggak kuceritakan lebih lanjut (->>seenaknya =P). Berikut ini salah satu video live mereka malam itu.




Setelah itu adalah band alternative rock beranggotakan 3 orang (gitar/vokal, bass/vokal perempuan, dan drum) yang menurutku musiknya mirip2 musik band2 Amerika, Honeydew. Mas2 gitaris/vokalisnya terlihat sangat muda dan imut. Tadinya kukira dia anak SMA, tapi ternyata dia dan bassis/vokalisnya adalah pasangan suami-istri! Uapah?? Kaget banget..memang don't judge book by its cover ya. Hahaha. Di luar dugaan juga, mereka memainkan musik yang cukup cadas. Gitarnya terutama, keren banget, rasanya kayak tersedot. Aku sangat menikmati penampilan mereka. Hal yang kusadari waktu itu adalah pada penampilan kedua band sebelumnya, penontonnya lumayan anteng, tapi waktu Honeydew tampil, orang2 yang random mulai bermunculan. Ada beberapa orang asing (dalam konteks ini, tentu saja orang asing berarti non-japanese dan non-indonesian), dan pasangan bapak2 dan ibu2 yang terlihat sangat khidmat menikmati entakan musik. Aku mulai mendengar teriakan2 penyemangat yang sebelumnya tidak kudengar. Suasana pun sudah lebih memanas ketika akhirnya Brilliant tampil setelah Honeydew. Berikut video salah satu penampilan Honeydew malam itu.




Jujur saja ini juga pertama kalinya aku nonton Brilliant secara live. Ternyata Eka (bass/vokal) gemar sekali menyelipkan narasi di awal dan di antara lagu2nya. Nggak apa2 sih, cuma aku agak ragu para penontonnya ngerti, soalnya dia ngomong pake bahasa Inggris..haha. Musik mereka juga manis dan menyenangkan, rasanya kayak lari2 kecil di padang lavender sambil meniup gelembung sabun, atau sepedaan di jalan2 sempit sambil menyapa semua makhluk hidup yang ditemui. Oke entah apakah perasaan2 itu bisa dimengerti, pokoknya aku ngerasa kayak gitu. Hahaha. Berikut ini adalah, bukan salah satu, tapi video penampilan Brilliant full dari depan sampai selesai total 39 menit. Aku sengaja merekamnya tanpa cut, biar narasinya Eka juga terekam semua. Kalau malas liat karena kepanjangan ya nggak usah di-klik.



Ketika mereka selesai tampil dan menerima respon penonton yang tidak kalah meriah dengan band2 lain, aku pun merasa ikut senang dan bangga. You rock, Brilliant! XD 
Kemudian, tibalah saatnya Texas Pandaa menutup parade malam itu dengan penampilan yang fascinating seperti biasanya. Aku selalu suka dengan live mereka (padahal baru nonton langsung dua kali =P) karena nuansanya membuatku terlena khidmat, menenangkan. Rasanya seperti melamun di bawah pohon besar teduh di tengah2 padang rumput yang luas, sendirian, tanpa perlu memikirkan apa2. Berikut ini salah satu video penampilan mereka malam itu.


Ngomong2, entah kenapa aku merasa Asako (gitar/vokal) terlihat jauh lebih cantik daripada pertemuan terakhir kami tahun lalu. Mungkin karena dia baru saja punya anak? Entahlah, yang jelas badannya nggak kayak habis melahirkan. Hahaha. Mikiko (bass/vokal) juga manisss banget s-nya tiga. Kalo berdiri di sampingnya, aku berasa kayak TKW salah tempat. Dan yang jelas, Nadehiko (drum) dan Kazu (gitar) tetap dua om2 paling kece di panggung itu malam itu. Sedikit tambahan yang rada nggak nyambung, menurutku cowok Jepang yang masih muda (25 ke bawah) itu rada kelewat oshare--suka dandan/metroseksual/sangat memperhatikan penampilan dan entah kenapa cengkring2 (banget). Dengan kata lain, kurang macho. Nggak semuanya gitu sih, tapi sebagian besar yang kuamati di beberapa tempat umum sih gitu. Jadi aku biasanya lebih tertarik dengan yang sepertinya sudah lebih berumur, yang di wajahnya sudah ada hiasan2 kedewasaan (ceileh). 

Setelah Texas Pandaa tampil, acara resmi ditutup. Sebagian penonton pulang, ada yang masih minum2 sambil ngobrol, ada yang beli CD dan T-shirt dari masing2 band penampil, dan ada juga yang jalan sana-sini kayak orang bingung sambil sesekali sok akrab nyapain orang2, yaitu saya. Seperti sudah diduga sebelumnya, setelah acara selesai akan ada party kecil2an, yang dalam budaya Jepang biasa disebut nomikai (nomi=minum, kai=pertemuan/perkumpulan) dimana orang2 yang sebelumnya telah bekerja bersama lalu bersantai sambil minum. Menurut kode etik tak tertulis, akan menjadi kurang sopan apabila kita--sebagai pihak yang juga ikut meramaikan acara--tidak ikut serta. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam dan kami takut ketinggalan kereta terakhir, jadilah kami membagi dua grup; grup yang pulang ngejar kereta dan grup yang tinggal untuk ikut nomikai. Karena (yang dianggap sebagai) guide (yang sebenarnya sangat payah) cuma aku dan Azam (padahal ada Hiro), jadi kami berpisah. Aku, Hiro, dan hampir semua anggota band pulang, meninggalkan Azam, Arkham (manajer Brilliant) dan Eka untuk menjadi bagian dalam salah satu ajang sosialisasi masyarakat Jepang itu.

Sepanjang perjalanan kami pulang malam itu, aku menyadari beberapa hal. Menurut pandanganku, suasana terasa lebih "hidup" ketika malam hari. Ketika pagi hari setiap kami pergi naik kereta, aku hanya melihat orang2 berangkat kerja yang terlihat bosan dan ngantuk, nggak semangat. Tapi pada malam hari, kita bisa menemukan gerombolan gadis menor cekakak-cekikik di pinggir jalan, cowok2 muda nongkrong geje di depan konbini sambil minum, bapak2 salaryman kelewat mabok sampai nggak bisa jalan, sampai pasangan yang terlihat sangat asik asoy geboy di dalam kereta.

Oh ya, salary man. Salary man--atau pegawai perusahaan--adalah (sepertinya) pekerjaan yang sangat umum di Jepang. Mereka ada buanyak sekali, nyaris di mana2. Biasanya mereka selalu terlihat mengenakan setelan jas hitam+kemeja putih+dasi dan selalu seliweran di stasiun pada pagi hari--bikin rush hour--dan sering terlihat dalam keadaan mabok di stasiun pada malam harinya. Mungkin tikngkat kepopuleran salary man di Jepang sama seperti PNS di Indonesia, tapi tetap dua pekerjaan yang berbeda. Salary man (setahuku) dituntut untuk memiliki kesetiaan terhadap perusahaan tempatnya bekerja, sedemikian rupa hingga menimbulkan tekanan tersendiri bagi mereka. Entah apa benar begitu atau aku hanya sok tahu setelah melihat sampel yang tidak terlalu banyak juga, hanya Tuhan dan para salary man yang tahu.

foto bareng di stasiun sepulang gig hari pertama. otsukareee, minna! =D


Daan seperti itulah malam pertama kami di Jepang berakhir. Antusiasme baru yang menyenangkan mengantarkanku sampai terlelap tanpa mimpi sama sekali. =)

Dan aku baru saja memutuskan untuk membagi ceritaku menjadi entah berapa bagian, lihat saja besok (->seenaknya =P). Masih ada cerita tentang gig ke-2 di Shibuya, jalan2 ke Hiroshima, Kyoto, dan hari terakhir di Tokyo sebelum pulang ke Indonesia. Nantikan kisah selanjutnya ya! Tetap di Sumur Timba! (macam pembawa acara reality show garing)


good night and see you!
=D