Juni 02, 2011

Diary Cinta Empat Musim Chapter 1: Musim Dingin

~ Musim Dingin ~

Aku adalah seorang lelaki yang kesepian. Kesendirian adalah sahabatku dan kesunyian adalah kekasihku. Selain dua hal itu, tak ada lagi yang menemaniku. Di dunia ini, aku hanyalah seonggok bayangan yang tak berarti.

Malam ini tak terlalu dingin, tapi tubuhku gemetaran. Aku sedang berdiri sendirian, perapian hangat dalam ruangan pun tak dapat menghangatkanku, maka aku disini, menunggu turunnya salju pertama.

Orang bilang salju pertama adalah salju yang paling putih dan cantik. Ia belum tahu bahwa tempat yang sedang ditujunya adalah bumi yang kotor, ia belum tahu. Ia hanya turun dengan polosnya, tanpa mengetahui apapun. Kenapa sampai hari ini tak ada yang memberitahunya?

Sekelilingku betul-betul sepi. Malam semakin larut dan udara semakin dingin. Suara orang-orang disekelilingku perlahan menghilang, meninggalkanku, menyisakan desahan kering angin malam.

Gigiku mulai bergemeretak. Tangan dan bibirku nyaris mati rasa, tapi aku masih menunggu salju pertama. Seharusnya ia datang hari ini. Mungkin salju pertama juga kesepian sepertiku, karena ia harus datang ke tempat yang sama sekali tak dikenalnya sendirian, sementara teman-temannya menyusul bersama-sama. Itu tak adil, kan? Seharusnya mereka datang saja bersamaan.

Aku meniup tanganku yang nyaris beku, berharap itu dapat menghangatkannya barang sedikit, lalu aku mendongak ke arah langit malam, dan—akhirnya—aku menemukan sesosok siluet putih kecil yang jatuh perlahan, dengan suatu gerakan indah di setiap udara yang ditembusnya saat ia jatuh.

Aku terus memandang gerakan turun salju itu, terus, hingga akhirnya ia mendarat dramatis di atas tanah, dan tiba-tiba—detik berikutnya—di hadapanku ada seorang gadis.

Aku tertegun. Kurasa aku hanya berkedip sekali tadi, sesaat setelah salju itu menyentuh tanah, dan tiba-tiba di tempat salju tadi ada seorang gadis?! Sekarang salju kedua, ketiga, dan seterusnya sudah berjatuhan. Kemana hilangnya salju pertama tadi?! Tapi aku tak peduli pada hal itu lagi. Mungkin salju itu tertiup angin dan mendarat di tempat lain, atau mungkin ia tiba-tiba mencair, atau hilang begitu saja, aku tak peduli lagi. Sekarang, setelah aku benar-benar memandang gadis itu, ia telah sepenuhnya menyita perhatianku.

Gadis itu memiliki sepasang mata hijau jernih yang luar biasa. Rambutnya hitam berkilau, panjang bergelombang, berdesir indah tertiup angin.. Tubuhnya semampai dibalut gaun putih panjang. Kulitnya sangat putih, terlalu putih, malah. Dan lebih dari semua itu, ia memancarkan aura yang begitu hangat dan bercahaya, bahkan aura itu serasa merasuki tubuhku, melumerkan organ-organ dalamku, keluar melewati kakiku, dan mencairkan salju disekitarku.

Ia bukan manusia.

Aku masih terpana menatapnya, tak sadarkan diri. Tiba-tiba bibirnya melengkung membentuk seulas senyum yang sangat manis.
“Selamat malam.”
Dua kata yang diucapkannya bagai nyanyian merdu di telingaku. Dan, ajaibnya, aku tak kedinginan lagi.

Mungkin ia bidadari.
Bisa juga malaikat.
Tapi kurasa ia wanita salju.

-to be continued-


ps: ini adalah cerpen yang kutulis waktu kelas 1 SMA..pas lagi liat2 isi dokumen, tiba2 nemu!! haha~ jaman labil..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar