Akhirnya kami berciuman.
Sepanjang musim panas aku berusaha keras menanamkan benih di hatinya. Benih yang sama dengan yang ia tanamkan di hatiku.
Jadilah saat itu, suatu hari di musim gugur, kami berciuman. Sepertinya cukup lama, karena untuk beberapa saat aku tak menyadari daun-daun kering yang berguguran, yang kadang mendarat di kepalaku.
Kami berjalan-jalan di taman. Langkah kami berkemeresek menginjak daun-daun kering. Pohon-pohon yang tadinya rimbun mulai rontok dan jalanan dipenuhi daun kering hingga tukang sapu taman pasti kewalahan. Hawa mulai terasa tak jelas, tapi cenderung dingin. Gadis itu masih sama luar biasanya seperti dulu, tak terlihat seperti baru saja melewati musim panas yang membakar.
Dan kini aku tahu bagaimana ia berbicara, bagaimana ia tertawa, apa saja yang disukainya, dan segalanya tentang dia yang ingin kuketahui.
Lebih dari semua itu, aku tahu siapa lelaki yang dicintainya.
Kini hatiku telah dipenuhi kebun bunga yang ditanamnya. Aku selalu berharap ia juga merasakan hal yang sama. Namun beberapa hari menjelang musim dingin wajahnya mulai terlihat sedih.
”Sebentar lagi.” katanya.
Aku terlalu takut untuk menyimpulkan maksud kata-kata itu. Aku menyesal karena sekarang, setelah kami begini dekat, meskipun banyak yang telah kuketahui tentangnya, ia masih menyimpan banyak misteri.
Betulkah ia bidadari?
Mungkinkah ia malaikat?
Sejujurnya aku mulai yakin bahwa ia wanita salju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar