Juni 11, 2013

Tanggung Jawab Sebuah Kata "Tapi"

Halo, semua.

Di waktu senggang, aku suka memikirkan hal-hal random tentang apa saja yang sedang terjadi di sekelilingku. Hal yang lucu, yang menyenangkan, yang menyebalkan, yang aneh, apapun. Akhir-akhir ini, aku sedikit terganggu dengan satu hal, yang mungkin sebenarnya biasa saja, tidak dalam, sedikit klise, tidak pula perlu dibicarakan, but hey, aku hanya sedang menghabiskan waktu. Who cares?

Aku sedikit terganggu dengan penggunaan kata 'tapi' dalam beberapa kondisi. Menurut KBBI offline, 'tetapi' adalah kata penghubung intrakalimat untuk menyatakan hal yang bertentangan atau tidak selaras. Bertentangan atau tidak selaras. Masalahnya, bertentangan atau tidak selaras itu sangat subjektif. Dan ketika aku menemukan subjektivitas dalam penggunaan kata 'tapi' yang melibatkan satu atau sebagian fakta sosial yang kemudian mengarah pada penghakiman terhadap satu kelompok sosial tertentu, itu membuatku tergelitik untuk sekadar mengangkat sebelah alis.

Contoh paling sederhana dan sering kita dengar/katakan: "cowok tapi pake baju warna pink", "cewek tapi makannya banyak" (nggak, aku nggak sedang membicarakan diri sendiri), "lulusan psikologi UGM tapi jadi karyawan pom bensin", "tukang parkir tapi bajunya bagus banget", "anak pejabat tapi ngonthel", "udah umur 35 tapi belum nikah", "udah gede tapi masih suka komik dan kartun" (oke, kalo ini tentang diriku sendiri). Dan ada juga contoh yang sebelum menyebutkannya aku perlu minta maaf dulu. Maaf, aku menyebutkan hal-hal yang memang pernah aku dengar. "Cina tapi miskin", "Panggabean (marga Batak, yang kebetulan juga margaku, yang mana di daerah asalnya, mayoritas pemiliknya beragama kristen) tapi jilbaban", dll percayalah kita mendengar dan mengatakannya setiap saat. 

Setiap mendengar hal-hal seperti di atas, aku selalu bilang, "HA MBOK BEN!". Lha mbok biarin aja. Dari mana timbulnya semua komentar ini? Kenapa kita harus menentang-nentangkan dua hal yang--lepas dari bertentangan atau nggak menurut norma sosial--sebenarnya sama sekali bukan urusan kita? Memang, beberapa bisa sekadar untuk lucu-lucuan, tapi hati-hati, beberapa yang lain bisa menjadi sangat ofensif.

Kata 'tapi' yang muncul dari stereotip. Generalisasi. Ekspektasi. Ketika satu fakta tidak sesuai dengan ekspektasi kebanyakan orang, muncul kata 'tapi'. Ketika satu orang dianggap tidak sama dengan orang lain dalam golongannya, muncul kata 'tapi'. Ketika kita merasa sesuatu tidak cocok dengan apa yang biasanya terjadi, muncul kata 'tapi'. Atau kadang-kadang kata 'tapi' muncul begitu saja dari mulut orang-orang yang nyinyir, yang sukanya mengurusi urusan orang lain.

Sudahlah. Santai saja. Berhentilah membebani kata 'tapi' dengan tugas yang berat seperti itu. Kenapa kita tidak lebih sering menggunakan kata 'dan'? Lagi-lagi menurut KBBI offline, 'dan' adalah penghubung satuan bahasa (kata, frasa, klausa, dan kalimat) yang setara, yang termasuk tipe yg sama serta memiliki fungsi yang tidak berbeda. Coba baca lagi contoh-contoh kalimat yang kusebutkan di atas dan ganti 'tapi' dengan 'dan'. Sekalipun mungkin tidak sesuai dengan apapun itu yang kita anut, rasanya segalanya jadi jauh lebih mudah diterima. Melihat manusia hanya sebagai manusia, melihat A hanya sebagai A, tidak perlu melihat segala perangkat latar belakang yang mengiringinya. Buang saja ke laut. 

Bukan lantas kita menjadi kelewat maklum terhadap segala sesuatu. Hanya saja, sekarang ini memang zaman edan, dimana segala sesuatu terus berjalan cepat, berkembang sedemikian rupa di luar kuasa siapapun kecuali Sang Pencipta. Di zaman edan ini, kita perlu saling menopang untuk tetap dapat berdiri dengan waras. Dan sementara kepala kita dipenuhi ekspektasi akan segala sesuatu sehingga menimbulkan berbagai prasangka, tanpa kita sadari kaki kita sudah tidak menjejak di tanah yang sama dengan saudara-saudari kita yang lain. Sesulit itukah?

Yah, pada akhirnya ini hanya sebuah pemikiran yang numpang lewat di kepalaku, yang entah benar atau tidak, yang entah bermanfaat atau tidak. Setidaknya, aku akan mulai berhati-hati ketika mengomentari sesuatu. Mungkin mengurangi penggunaan kata 'tapi' yang terlalu subjektif. Mengurangi kecenderungan untuk menghubung-hubungkan segala sesuatu. Kalian boleh ikut, boleh nggak.


Selamat malam. =)     

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar