Halo.
Sudah menjadi berapa usiamu tahun ini? Belasan? Dua puluhan? Tiga puluhan? Atau menjelang lima puluh?
Alangkah menyenangkannya kalau menganggap bahwa itu hanyalah angka. Seperti menghitung dari 1 sampai 10. Ringan, di luar kepala. Tapi di saat yang bersamaan, tak bisa dipungkiri bahwa angka adalah sebuah simbol yang pasti. Seperti 1 + 1 = 2 dan akar 9 = 3. Tak ada hasil yang lain. Pasti.
Entah siapa yang memulainya, manusia mulai menghitung tiap tahun yang terlewati sejak hari lahir mereka pertama kali. Kita menamainya usia. Umur. Bertambahnya usia setiap tahun pun, adalah hal yang pasti. Kalau sudah tidak bertambah, berarti sudah mati. Tidak perlu lagi dihitung. Karena sudah tak ada lagi tahun yang tersisa.
Meskipun bertambahnya usia seseorang setiap tahun adalah hal yang pasti, kepastian itu diiringi dengan banyak sekali ketidakpastian.
Apa yang sudah kulakukan sampai saat ini?
Apa yang akan kulakukan mulai sekarang?
Bagaimana supaya bisa dapat pekerjaan?
Bagaimana caranya mencari uang?
Siapa jodohku?
Kapan akan menikah?
Kapan aku akan melanjutkan pendidikan?
Kapan aku akan merealisasikan mimpi-mimpiku?
Banyak sekali ketidakpastian dalam bertambahnya usia. Mungkin sesaat kau akan merayakannya. Mengadakan pesta dan berkumpul dengan keluarga, sahabat, kekasih. Lalu tanpa bisa dihindari, merasa khawatir. Mungkin kadarnya sedikit, mungkin juga banyak. Ada orang yang santai saja, yah, bagaimana nanti, lihat saja, lah. Orang yang terlihat seperti itu bukannya tidak memikirkannya sama sekali. Mereka hanya tak memperlihatkannya. Tak suka dianggap--menurut bahasa zaman sekarang--galau.
Berkehidupan sosial, menjadi bagian dalam sebuah komunitas, mengarahkan kita tanpa sadar membuat standar--dalam segala aspek. Lulus kuliah umur xx. Menikah umur xx. Punya pekerjaan tetap di ibukota. Jadi kaya, beli mobil. Cowoknya ganteng, ceweknya cantik. Lulusan jurusan Psikologi jadi psikolog. Miskin, bajunya jelek.
Lalu kau mulai melihat orang-orang di sekitarmu. Orang-orang yang dalam beberapa waktu terakhir setia berada di dekatmu, saat dibutuhkan maupun tidak. Si A sudah S3. Si B sebentar lagi berangkat ke luar negeri untuk menempuh S2. Si C bulan depan menikah. Si D masih santai, tapi dia punya banyak tabungan dan berencana backpacker keliling Asia tahun depan.
Kau melihat mereka, lalu merasa terdesak. Sulit bernapas. Dalam kekacauan mental itu, kau mencari-cari pegangan. Lalu menemukan si E yang, meskipun usianya beberapa tahun di atasmu, tapi masih belum lulus. Si F yang sudah lulus dan masih menganggur. Si G yang baru saja putus dari pacarnya. Si H yang saking bodohnya tak bisa mendapat pekerjaan di semua tempat yang ia lamar.
Kau melihat mereka, lalu bernapas lega.
Siapa sebenarnya yang menyuruhmu membuat standar? Yang menyuruhmu membandingkan pencapaian dan hidupmu dengan orang lain? Tidak ada!
Hidup penuh dengan tekanan. Ketidakpastian. Tantangan yang bisa maupun tak bisa diselesaikan. Masalah yang kadang hanya bisa dibiarkan. Jalan terjal yang setelah berhasil dilalui sampai ujung, ternyata adalah jalan buntu.
Berhadapan dengan itu semua, kita sering lupa. Bahwa dalam satu tarikan napas, kita dapat membuat semua itu menjadi bahan tertawaan saja.
Bersyukur.
Bersyukurlah atas apa yang sudah dicapai sampai saat ini. Apa yang sudah diusahakan namun belum terpenuhi. Apa yang sedang dipikirkan namun belum bisa dilaksanakan. Apa yang telah terjadi dan telah disesali. Syukuri semuanya. Lihat baik-baik semuanya. Pelototi semuanya.
Bersyukur karena kita dianugerahi kekuatan untuk berpikir. Karena ada hal-hal yang kita sukai, yang apabila kita melakukannya, bisa membuat kita bahagia. Karena ada internet, ada buku bagus, komik yang menarik, film yang ditunggu-tunggu, lagu yang ingin dinyanyikan di ruang karaoke, orang-orang yang ingin ditemui, perjalanan-perjalanan yang ingin dicoba, gunung-gunung yang ingin didaki, tiket pesawat yang murah, makanan yang enak, kucing yang lucu, dompet yang tidak kosong, kasur yang nyaman, laut yang indah, angin yang sejuk, udara yang bersih, matahari yang tak berhenti bersinar, hujan yang membasahi tanah, dan Tuhan yang menyayangi kita tanpa ada akhirnya.
Berpikiran negatif itu melelahkan. Mendingan ngupil.
Jadi, kawan cantikku yang sedang berulang tahun, tulisan ini mungkin tidak seluruhnya tentangmu. Mungkin ini tentangku, dan tentang orang-orang lain yang mengerti. Daripada kesan pesan dan ucapan selamat, ini malah seperti nasehat. Nggak apa-apa, meskipun hari ulang tahun kita hanya selisih 3 hari, tapi usia kita terpaut 1 tahun. Jadi, meskipun hari ini kau menyusul usiaku, 3 hari ke depan aku akan mendahului lagi. Ini sekadar pemikiran yang ingin kubagi padamu, di hari bertambahnya usiamu. Bersyukurlah, karena bersyukur itu gratis.
Selamat ulang tahun, Fia. Semoga kesehatan selalu menyertaimu. Semoga kasih sayang orang tua dan sahabat selalu melimpahimu. Semoga takkan lepas perlindungan Tuhan padamu, demikian pula janji-janji-Nya akan rezeki dan tambatan hati sehidup semati yang pasti akan kau ketahui apabila sudah waktunya.
Tetap semangat dan berusaha, ya. Kudoakan keberhasilanmu selalu. Kalau ada masalah menghadang, pelototi saja! =)
Selamat malam.